Genjitsushugisha no Oukokukaizouki Volume 9 Chapter 4 A

Volume 9

CHAPTER 4 – AKHIR A

Penerjemah : Zen Quarta
Editor : –
Sumber English : J-Novel Club

Malam hari. Serangan monster berkurang, dan saat kami mendengar Fuuga telah kembali dari medan perang, kami membawa Yuriga ke halaman, tempat dimana Fuuga akan mendarat.

Saat kami tiba disana…

“Ha ha ha! Bagus! Majulah!” seru Fuuga.

“Jangan remehkan akuuu!” jawab Hal.

Hal dan Fuuga sedang terlibat dalam pertarungan sengit.

Kaede dan Ruby juga ada disana, jadi…

“Hei, kenapa mereka bertarung?” tanyaku, tapi mereka pasti terlalu fokus melihat pertarungan itu, karena tidak ada jawaban yang kudengar.

Tombak Ganda milik Hal dan Crescent Blade milik Fuuga saling beradu, dan terdengar suara dentangan beberapa kali.

Dinilai dari ekspresi para prajurit yang menonton, kurasa ini hanyalah latihan, tapi karena mereka sama-sama menggunakan senjata kesayangan mereka, intensitas pertarungan ini sangat tinggi.

Hal menggunakan kedua tombaknya untuk menusuk Fuuga, tapi Fuuga menggunakan gagang pedangnya untuk menangkis serangan itu. Lalu, melihat ada celah, Fuuga mengayunkan crescent blade-nya, tapi Hal menyilangkan kedua tombaknya untuk menangkisnya.

Setelah bertukar serangan selama beberapa saat, aku tidak bisa menilai mana yang lebih unggul dalam bela diri. Namun, Fuuga tampak lebih tenang dibanding Hal.

“Kau punya semangat! Bahkan di negaraku, tidak ada banyak petarung yang seberani dirimu!” seru Fuuga.

“Berhenti membual! Jangan bertingkah seolah ini mudah bagimu!”

Hal, disisi lain, tampak sedang bersemangat… Pria itu adalah raja negara lain, jadi kuharap dia menjaga kata-katanya, tapi yah, Fuuga tampaknya tidak memperdulikannya.

Lalu Hal melompat mundur saat Fuuga mengayunkan pedangnya, dan sambil menangkis serangan itu dengan salah satu tombaknya, dia melemparkan tombak satunya ke arah Fuuga.

Dia melakukan lemparan itu dalam posisi tidak seimbang, tapi setelah menyelesaikan sebuah serangan, Fuuga tidak bisa bereaksi terlalu cepat.

“Whoa, itu bahaya!” Fuuga menekuk tubuhnya ke belakang dan menghindari serangan itu. Apakah hal itu bisa dilakukan?

Untuk melakukan serangan lanjutan, Hal kembali menusuk menggunakan tombak satunya.

“Dengan ini selesai!” seru Hal. “…?!”

“Halbert, kan? Kau memiliki naluri yang bagus.” Fuuga melepaskan crescent blade-nya dan mengambil Tombak Ganda milik Hal yang tergeletak di tanah. “Latihan lima tahun lagi, dan mungkin kau bisa mengejarku.”

“Wha…! Whoa?!”

Saat Fuuga memegang rantai yang terpasang pada tombak itu, dia memutar tubuhnya untuk melemparkan Hal. Seakan-akan dia sedang lempar martil, Fuuga memutar tubuh Fuuga. Lalu, setelah satu setengah putaran, Fuuga melepaskan rantai itu, dan Hal terlempar ke tanah karena momentum yang tercipta.

Fuuga menepukkan tangannya dan berkata, “Tapi pada saat itu, aku akan semakin berada jauh di depan.”

Dia kuat. Dia pada benar-benar mengayunkan Hal.

Dia memiliki kemampuan bela diri yang luar biasa sehingga aku paham kenapa Aisha sampai mewaspadainya.

“Hal!” teriak Kaede.

“Hei, kau baik-baik saja?!”

Kaede dan Ruby bersama-sama lari ke sisinya.

Mata Hal parti berputar-putar, karena dia memegangi dahinya sambil bergumam, “Dia kuta…” pada dirinya sendiri.

“Hm? Oh, halo Souma.” Setelah menyadari kami, Fuuga mendekat. “Aku berterima kasih padamu karena telah menjaga Yuriga. Itu sangat membantu.”

“Itu tidak masalah, tapi… Kenapa kau bertarung melawan Halbert?”

“Itu hanya latihan, hanya latihan ok. Jika aku hanya bertarung melawan monster-monster lemah, kemampuanku akan hilang. Sepertinya ada pria yang paham dengan apa yang dia lakukan, jadi aku memintanya menghadapiku.”

Monster-monster lemah…? Mungkin hanya Fuuga yang berpikir demikian.

Di Kerajaan Lastania, kami tidak mengetahui kemampuan para monster, jadi kami mengamati bentuk dan perilaku mereka, mempersiapkan diri, dan mencari cara yang paling efektif untuk mengalahkan mereka.

Aku, Hakuya, Kaede, dan Julius sama-sama memutar otak kami untuk menyusun strategi, dengan pemikiran kalau para monster itu menakutkan.

Namun, bagi Fuuga, itu semua hanya permainan anak-anak.

Jika dia memiliki kemampuan tempur untuk menerobos segala masalah, dan nyali untuk mempercayai kekuatan itu, dia bisa menghadapi semua musuh tanpa rasa takut. Dia bukan hanya seorang otak otot.

Orang-orang berkumpul karena mereka tertarik oleh keberanian Fuuga, dan mereka percaya kalau dia bisa melewati segalanya.

Fuuga menatap Aisha yang ada di sampingku dan berkata, “Aku juga meminta izin untuk melawan nona yang ada disana.”

“Maksudmu Aisha?”

“Aku bisa melihatnya. Dia cukup kuat. Kurasa itu akan menjadi pertarungan yang bagus.”

“Tidak, tapi itu…” Aku melirik ke arah Aisha.

Matanya dipenuhi dengan keinginan bertarung. “Yang Mulia, saya juga ingin bertarung melawan Fuuga-dono. Tidak ada banyak kesempatan dimana saya bisa bertarung melawan pria sekuat dirinya. Ini akan jadi kesempatan bagus untuk melihat sampai dimana batas kemampuan saya.”

Dia sangat ingin bertarung. Dan tidak tampak gentar sama sekali.

“… Baiklah. Tapi aku tidak ingin kau terluka, atau melukainya.”

“Baik, Yang Mulia. Bagaimanapun, dia adalah raja negara lain. Saya paham.”

“Fuuga, Aisha adalah wanita yang akan menjadi ratu-ku. Akan jadi masalah jika dia terluka.”

“Aku paham. Aku akan menahan diri.”

Ah… saat dia mendengar kata “menahan diri,” Aisha pasti menganggapnya sebagai provokasi karena dia menjadi marah.

… Aku jadi khawatir apakah mereka berdua memahami apa yang kukatakan.

Lalu Aisha bersiap menggunakan greatsword-nya, dan Fuuga mempersiapkan crescent blade-nya.

“Kalau begitu, saya akan mulai!”

“Ayo lakukan ini!”

Keduanya menjejak tanah secara bersamaan, dan dua buah pedang saling beradu satu sama lain. Dalam sekejap, suara atau gelombang kejut bergema, dan seluruh prajurit yang ada di dekat kami langsung terkejut.

Dari sana, keduanya saling bertukar serangan. Itu bukanlah kontes skill seperti pertarungan Fuuga melawan Hal; itu adalah usaha untuk mengalahkan musuh dengan kekuatan murni.

Hal yang menakutkan adalah, meski Fuuga bisa melampaui Hal dalam teknik, dia juga tidak kalah dari Aisha dalam segi kekuatan. Dia memiliki skill dan kekuatan. Dia adalah jelmaan dari petarung sejati.

Saat bertukar serangan dengan Aisha, dia mengeluarkan tawa riang. “Apakah Friedonia adalah sebuah dungeon? Kau tampak memiliki segala hal dari tempat itu!”

Saat Fuuga tampak menikmati pertarungan itu, Aisha tampak marah.

“Jika kau tertawa selama pertarungan, ini pasti mudah bagimu.”

“Tidak juga. Setiap seranganmu sangat kuat. Tapi…!”

Saat pedang Aisha mencoba menebasnya secara horizontal, Fuuga menekuk salah satu kakinya, dan meluruskan kakinya yang lain (seperti saat pemanasan) untuk menghindari serangan itu. Lalu, dengan satu tebasan horizontal dari crescent blade-nya, dia mencoba menyerang pinggang Aisha yang terbuka.

“Urkh!”

Mungkin menilai kalau dia tidak akan sempat jika dia menggunakan bilah pedangnya untuk menangkis serangan itu, Aisha beraksi dengan menggunakan gagang pedangnya. Terdengar suara benturan keras. Namun, dengan posisinya yang tidak seimbang, Aisha tidak mungkin bisa menangkis serangan itu sepenuhnya, dan dia terlempar sejauh lima meter.

“Tunggu, Aisha terlempar?!” teriakku.

“Tidak, dia melompat ke belakang untuk menghindari dampak serangan itu.” Juna menjelaskan dari sampingku.

Melihat ke arahnya, Aisha tampak mendarat dengan lincah, jadi dia pasti sudah merencanakannya.

“Kalau begitu pertarungan ini seimbang?”

“… Tidak,” kata Juna. “Saat Fuuga-dono menyerang Aisha, dia tidak menggunakan pedangnya, tapi dengan gagang senjatanya. Dia pasti menjaga janjinya untuk tidak melukai Aisha.”

“Oh! Jadi itulah sebabnya Aisha bisa menangkis serangan itu dengan gagang pedangnya?”

“Ya, itu benar. Jika Fuuga-dono menyerang menggunakan pedangnya… meskipun gagang pedang Aisha terbuat dari baja, dia mungkin tidak akan bisa menangkis serangan itu.”

Dia terselamatkan oleh kejujuran Fuuga? Mungkin itulah sebabnya Aisha menunjukkan ekspresi frustrasi di wajahnya setelah menangkis serangan itu.

Fuuga memutar-mutar crescent bladenya seperti kincir sebelum mempersiapkannya lagi.

“Kau terlalu bergantung pada kekuatanmu, Nona Aisha. Aku yakin, hal itu sudah membawamu sejauh ini, tapi saat kau menghadapi lawan dengan kekuatan yang sama, maka pemilik teknik yang lebih baiklah yang akan unggul.”

“Apakah maksudmu… aku masih kurang pengalaman. Dunia ini benar-benar luas.”

“Apakah kau masih mau lanjut?”

“Tentu saja! Karena sebagai pedang dan perisai Yang Mulia, aku tidak boleh kalah!”

“Ha ha ha! Semangat yang bagus! Kau sangat dicintai, Souma!”

“Aku datang!” Aisha kembali maju menghadapi Fuuga.

Meskipun mereka kembali bertukar serangan, sepertinya Fuuga yang unggul.

Tak diragukan lagi dia adalah salah satu petarung terkuat di dunia. Pria itu adalah raja, dan ada sebuah negara yang dia perintah. Itu adalah hal yang menakutkan.

Namun, Aisha bukan menjadi petarung terkuat di negara kami tanpa alasan, dia entah bagaimana mampu bertahan melawan Fuuga.

Saat aku berkonsentrasi menonton pertarungan itu, Mutsumi yang ada disebelah kami berkata. “Mereka berdua memiliki kemampuan yang mengagumkan. Darahku mendidih hanya dengan melihat mereka.”

Mutsumi melirik ke arah Juna.

“Menurut pandanganku, kamu juga berlatih ilmu bela diri. Maukah kamu bertarung melawanku?”

Setelah mengatakan itu, Mutsumi menawarkan sebuah pedang kayu kepada Juna.

“Aku bukan tipe petarung garis depan, dan lebih ahli dalam serangan kejutan.” Meskipun berkata demikian, Juna menerima pedang kayu itu. “Tapi aku juga tertarik padamu, Mutsumi-dono.”

“Benarkah?”

“Ya. Tertarik pada wajah cantik dan kemampuan bertarungmu yang mampu membuat para komandan di Persatuan Negara Timur terobsesi padamu.” Juna mempersiapkan pedangnya sambil mengerlingkan matanya padaku. “Karena tugasku adalah membuat Yang Mulia terobsesi padaku.”

Aku hanya bisa terpesona oleh senyum nakal Juna.

“Aku tak menyangka kalian akan saling menggoda.” Mutsumi tersenyum kecut sambil mempersiapkan pedangnya juga. Sepertinya Mutsumi memiliki pedang yang lebih panjang. Kalau dipikir-pikir, dia membawa pedang panjang di punggungnya, jadi dia pasti telah mempersiapkan pedang kayu yang mirip dengan senjata yang biasa dia gunakan. “Namun, jika itu berarti aku bisa bertarung melawanmu, maka aku tidak keberatan. Mari bertarung dengan adil.”

“Baiklah… aku datang.”

Pedang kayu mereka bertabrakan, dan suara benturan keras bergema.

Mutsumi kelihatannya unggul karena jangkauan pedangnya memberikan lebih banyak kekuatan pada serangannya, tapi Juna berhasil menghalau serangannya menggunakan pergerakan yang cepat dan kombinasi serangan-serangan kecil.

Jika salah satu melakukan serangan, maka yang lain akan bertahan, dan saat mereka bertukar posisi, sisi yang unggul juga akan berubah.

Saat bertarung, mereka berdua tersenyum seakan menikmatinya.

“Menakjubkan,” kata Juna. “Aku paham kenapa semua prajurit terpikat oleh teknik bertarungmu yang menakjubkan.”

Mutsumi membalas pujian itu. “Begitu juga denganmu. Rasanya tidak adil karena kamu memiliki kemampuan yang hebat lengkap dengan wajah cantik itu.”

Saat mereka saling menjauh untuk mengambil nafas, Mutsumi menghela nafas.

“Sepertinya ayah menginginkanku menggoda Souma-sama, tapi… jika dia memiliki orang sepertimu disisinya, sepertinya aku tidak akan punya kesempatan.”

“Teknikmu sangat tulus,” kata Juna. “Aku sangat ragu kalau kamu mau melakukan hal seperti itu.”

Mutsumi tertawa pahit. “Tidak kalau untuk diriku sendiri. Tapi jika kamu berasal dari keluarga licik, akan datang waktu dimana kau tidak punya pilihan lain. Hee hee, syukurlah, sekarang akan lebih mudah bagiku untuk menolak hal itu. Aku benar-benar ingin memilih pria yang ingin ku nikahi sendiri.”

“Sebagai sesama wanita, aku ingin mendukungmu.”

Masih ada batas dalam perkembangan hak wanita di dunia ini. Tapi wanita di dunia ini memiliki kekuatan untuk melawan hal itu. Dan setelah melihat mereka berdua, aku kembali menyadari hal itu.

Setelah mengambil nafas, keduanya kembali bertukar serangan.

Aisha dan Fuuga, serta Juna dan Mutsumi. Sepertinya mereka tidak akan selesai dalam waktu dekat, jadi aku berjalan ke tempat dimana Hal sedang dirawat oleh Kaede dan Ruby.

Hal mengernyit saat dia menyadariku. “… Souma. Sepertinya kau melihat kondisi menyedihkanku.”

“Jika kau bertanya padaku, siapapun yang bisa bertarung itu keren, kau tau?”

Seperti Aisha, atau Juna. Jika Liscia juga berada disini, dia pasti akan dengan senang hati bergabung dengan mereka.

Aku ingin melakukan percakapan antar sesama pria disini, jadi aku meminta para wanita meninggalkan kami.

Setelah Juna dan Naden membawa Kaede dan Ruby pergi, aku duduk di samping Hal. “Jadi, bagaimana pendapatmu tentang dirinya? Si Fuuga itu maksudku.”

Hal mendengus.

“… Menakutkan. Bukan hanya kekuatan yang dia miliki, tetapi juga aura yang mengelilinginya.”

“Aura yang mengelilinginya menakutkan?”

“Ya. Saat aku berpisah dengan kalian dan mengejarnya, tanpa kusadari, aku merasa diriku tertarik oleh aura yang ada di sekelilingnya. Aku berpikir betapa hebatnya jika aku bisa bertarung seperti dirinya, atau jika aku bisa mati seperti itu, maka aku tidak akan memiliki penyesalan. Meski hanya sesaat, tapi aku benar-benar memikirkannya. Meskipun tidak mungkin semua itu benar.”

Halbert tertawa mengejek pada dirinya sendiri. Aku mendengarkan perkataannya dalam diam.

“Jika aku mati, serta meninggalkan Kaede dan Ruby sendirian, maka aku tidak akan bisa memaafkan diriku sendiri. Tapi pada saat itu, aku menerimanya. Jika kau tidak memberitahuku untuk mengingat wajah mereka, dan jika Ruby tidak menghentikanku, aku mungkin akan terseret lebih dalam lagi. Apakah kau memberiku nasihat itu karena kau tau itu akan terjadi?”

“Tentu saja tidak,” kataku. “Aku melakukan itu karena aku khawatir. Karena, dari semua orang yang kukenal, kaulah yang paling dekat dengan Fuuga.”

Saat aku mengatakan itu sambil tersenyum kecut, Hal memiringkan kepalanya. “Kami dekat? Maksudmu kami mirip?”

“Dalam hal kepribadian, ya. Kalian berdua sangat pemberani, dana selalu berusaha maju kedepan, kan?”

“Sulit bagiku untuk menjawab hal itu….”

Saat Hal menggaruk hidungnya dengan malu, aku tersenyum kecut dan memberitahunya, “Memang begitulah kelihatannya bagi orang lain. Dan orang-orang seperti itu menarik mereka yang akan bertarung disisinya. Seperti dirimu. Kau dianggap spesial di National Defense Force, kan?”

“Huh? Benarkah?”

“Kau telah bertarung disisiku sejak pertempuran di dekat Randel, kan? Kurasa kau juga melakukan banyak jasa selama pertempuran melawan pasukan Amidonia, dan kau bahkan menjadi seorang ksatria naga di Pegunungan Naga Bintang.”

“H-Hal itu hanya terjadi begitu saja, kau tau?!”

“Sudah kubilang, bukan? Begitulah dirimu dari sudut pandang orang lain. Lalu, di Kerajaan Lastania, ada banyak prajurit yang menyaksikan naga merah terbang di udara. Tentu saja kau akan berakhir dengan sebuah julukan.”

“Haah?! Tunggu, apa yang kau maksud dengan julukan?!”

Huh? Hal tidak tau?

“Oni Merah… begitulah para prajurit National Defense Force memanggilmu, kau tau?”

Hal terdiam. Dia benar-benar tidak tau.

Oh, iya.

Aku berdiri dan berjalan menuju gondola yang Naden bawa kemari. Lalu, aku mengeluarkan sesuatu dari barang bawaan, dan kembali kepada Hal lalu menyerahkan itu kepadanya.

“Apa ini?” tanyanya.

“Itu adalah hachigane. Dengan tanduk oni diatasnya.”

Itu adalah sebuah hachigane (sejenis pelindung yang dipasang pada dahi) dengan tanduk oni menghiasi bagian logamnya.

“Sepertinya kau menjadi terkenal sebagai Oni Merah, jadi aku meminta Taru menempa ini untukmu. Akhir-akhir ini kita selalu sibuk sampai aku lupa memberikannya. Jika kau mengikatkan itu di kepalamu, mereka akan langsung tau kalau kau adalah Oni Merah. Kurasa itu akan meningkatkan moral sekutu, dan menakuti musuh. Itu terlihat sempurna untuk menyembunyikan luka memar di dahimu itu, jadi kenapa tidak mencobanya sekarang?”

Hal menerima hachigane oni itu, sambil masih terlihat bingung. Sepertinya pikirannya masih belum bisa memproses apa yang terjadi saat ini.

Ini adalah momen terlahirnya Hal si Oni Merah, tapi ekspresi Hal tampak tidak cocok saat ini.

Yah, jika Hal terus membuat jasa mulai dari sekarang, aku yakin orang-orang dimasa depan akan menemukan cara untuk mendramatisir kejadian ini dan membuatnya terkesan keren.

Jadi, berusahalah sekuat tenaga, Hal.

Malam itu…

“kau terlihat sangat keren, Hal,” teriak Kaede.

“Aku suka karena tanduk dikepalamu itu agak mirip dengan milikku,” tambah Ruby.

“B-Benarkah?”

Hal langsung memakai hachigane oni itu, tapi sepertinya tampak tidak terlalu dongkol setelah menerima pujian dari Kaede dan Ruby.

Yang ada di ruangan bersamaku adalah Aisha, Juna, Naden, Halbert, Kaede, Ruby, Kuu, dan Leporina. Kami baru akan memulai pertemuan akhir untuk menentukan apa yang akan kami lakukan mulai dari sekarang.

Tomoe dan Ichiha duduk di kursi sudut ruangan karena mereka bilang juga ingin mendengarkan.

Aku membentangkan peta area di sekitar Wedan yang telah kupinjam dari Adipati Chima di atas meja.

“Baiklah, akan aku mulai…”

Setelah mengatakan itu, aku melirik ke samping Tomoe. Entah kenapa Yuriga duduk disana, seolah-olah memang memiliki hak untuk melakukannya.

“Kupikir kau akan kembali ke sisi Fuuga?” tanyaku.

“Yah, aku tidak punya hal lain yang bisa dilakukan. Kakakku langsung tertidur pulas setelah dia mengamuk di medan perang.”

“Itu bukan berarti kau harus ikut bersama kami.”

“Hanya inilah satu-satunya tempat dengan anak-anak seumuranku. Tolong, aku tidak akan mengganggu!” Yuriga menggenggam tangannya dan memohon.

Jika aku memperlakukannya dengan buruk, kurasa itu akan melukai hubunganku dengan Fuuga… Kurasa aku tidak punya pilihan lain.

“Pastikan jangan berisik, ok?” aku menghela nafas.

“Aku tau.”

“Hahh… Baik, Kaede, tolong mulai penjelasannya.”

“Baiklah. Silahkan lihat ke arah peta.” Kaede berdiri, dan menunjuk ke arah peta saat dia berbicara. “Ini adalah sebaran pasukan Persatuan Negara Timur saat ini. Kita akan bergabung dengan bala bantuan dari Kerajaan Friedonia, jadi kita tidak akan bergabung dengan pasukan ini. Alurnya sederhana. Saat pasukan Persatuan Negara Timur menahan serangan para monster, kita dari pasukan Kerajaan Friedonia akan melakukan serangan dari belakang, mengepung dan membantai para monster secepat mungkin. Hanya itu.”

“… Huh? Hanya itu?” Hal terdengar kecewa. Dia pasti membayangkan sebuah penjelasan yang lebih rinci.

Melihat Hal seperti itu, Kaede mendiamkannya. “Hal, jumlah pasukan kita lebih banyak dibandingkan jumlah monster, dan perlengkapan kita juga lebih baik. Itu adalah rencana yang sederhana, tapi dalam situasi saat ini, itu adalah taktik paling efektif dan menjanjikan yang bisa kita gunakan.”

“B-Baik… aku paham.” Setelah menerima penjelasan yang masuk akal, Hal terdiam.

Yah, Kaede sudah menyetujui strategi ini, jadi dia mungkin ada benarnya.

Aku memberitahu semuanya, “Kita akan bergabung dengan pasukan utama yang dipimpin oleh Ludwin malam ini. Hal, Kaede, Ruby, kalian akan bertempur dibawah komando Ludwin. Sementara untuk Tomoe… aku khawatir meninggalkannya sendirian disini, jadi kurasa aku akan membawanya bersamaku.”

“Baik, Nii-sama.”

“Aisha, Juna, Naden, tolong bergabunglah juga dengan pasukan utama.”

“”Baik.””

“Roger.”

“Apakah ada pertanyaan lain?” tanyaku.

“Sebelah sini, Aniki.” Orang pertama yang mengangkat tangan adalah Kuu. “Apakah kali ini kami boleh ikut bertempur?”

“Tidak, itu tidak akan terjadi. Aku meminta bantuanmu di Kerajaan Lastania karena kami agak kekurangan orang disana, tapi sekarang kita memiliki pasukan yang lebih banyak dari musuh. Kali ini, aku ingin agar kalian duduk diam.”

Kuu meletakkan tangannya dibelakang kepala dan memonyongkan bibirnya. “Cih. Yah, kalau begitu bolehkan kami tinggal di Istana Wedan? Aku ingin melihat bagaimana pasukan Persatuan Negara Timur bertempur dari sini.”

“Aku tidak terlalu keberatan, tapi… jangan bergabung dengan garis depan hanya karena kami tidak mengwasimu. Jika ada sesuatu yang terjadi padamu, aku tidak akan bisa melihat wajah Gouran-dono.”

“Ookyakya! Aku tau itu.” Kuu mengangguk, tapi aku tetap merasa khawatir.

Aku melihat ke arah Leporina. “Leporina. Aku merasa tidak enak memberimu perintah meskipun kau bukan bawahanku, tapi tolong awasi Kuu untukku. Jika kelihatannya dia akan bergabung dengan garis depan, bisakah aku mengandalkanmu untuk menghentikannya dengan cara apapun?”

“Urgh… Saya tidak tau apakah bisa menghentikannya, tapi saya akan berusaha sekuat tenaga,” kata Leporina.

“Tolong berjuanglah. Jika kau mau, kau boleh menembak kakinya dengan panahmu.”

“Ookya?! Aniki, bukankah itu terlalu kasar?!” Kuu protes, tapi aku memutuskan untuk mengabaikannya. Jika Kuu sampai terluka parah, itu bisa menjadi masalah diplomasi, jadi aku ingin agar dia menahan diri.

Kurasa untuk saat ini aku sudah selesai memberikan perintah.

Tapi…

“Um, Souma.” Ichiha, yang juga mengikuti pertemuan ini, mengangkat tangannya dengan ragu.

“Ada apa?”

“Um… apakah aku juga boleh ikut? Kurasa jika aku berada di kamp Kerajaan Friedonia, aku bisa melihat monster hidup dari dekat dengan aman.”

“Huh?… Entahlah.”

Mengingat bakat langka Ichiha mengenai monster, aku ingin memberinya kesempatan untuk mengamati mereka. Tapi, yah… Memang benar, kamp utama akan aman, tapi apakah tidak masalah bagiku, sebagai orang dewasa, untuk membawa anak kecil yang berasal dari negara lain bersamaku?

Aku bimbang, tapi sepertinya Ichiha serius tentang hal ini.

“Aku sendiri yang akan meminta izin kepada Ayah. Bagaimana?”

“Jika Adipati Chima mengizinkan, kurasa itu tidak masalah,” kataku dengan perlahan.

Aku secara pribadi ingin agar Ichiha belajar lebih banyak tentang monster, jadi jika dia bisa mendapatkan izin, mungkin itu akan baik-baik saja.

Saat aku memikirkan hal itu, tiba-tiba Yuriga berdiri. “Kalau begitu, aku juga akan ikut! Aku ingin melihat bagaimana Raja Besar dari Selatan bertempur!”

Dia membusungkan dadanya yang masih rata saat dia mengatakan hal itu, tapi jika dia ingin melihatku bertempur, uhh…

“Aku hanya akan duduk diam di kamp utama, kau tau?” kataku. “Hal itu akan mengurangi beban semua orang.”

“Benarkah? Kalau begitu aku ingin melihatmu memberi perintah…”

“Aku menyerahkan komando kepada Ludwin. Aku benar-benar hanya akan duduk disana.”

“… Apakah ada alasan bagimu untuk ada di medan perang?” Dengan ekspresi kesal di wajahnya, Yuriga menyerang tepat kehatiku.

“Tunggu, Yuriga, bukankah menurutmu itu agak tidak sopan terhadap Souma-niisama?” Protes Tomoe dengan marah.

Namun, Yuriga mendengus, dan sama sekali tidak memperdulikannya. “Saat Kakakku berdiri di medan perang dan melakukan pencapaian besar, semua orang mengikutinya dan siap bertarung sampai titik darah penghabisan. Bukankah begitulah seharusnya seorang pemimpin?”

“Orang-orang akan bertarung demi Nii-sama tanpa harus melihatnya bertarung,” kata Tomoe. “Aisha, Hal, dan semuanya, mereka semua bertarung atas keinginan mereka sendiri.”

“Menyerahkan semuanya pada orang lain? Bukankah itu agak memalukan, bagi seorang raja?” kata Yuriga.

“Tidak!”

Saat Yuriga menurunkan bahunya seakan mencoba untuk memprovokasi, Tomoe menunjukkan taringnya dengan marah. Mungkin inilah pertama kalinya aku melihatnya menunjukkan ekspresi itu.

Aku mengusap kepala Tomoe sambil berkata “Tidak apa-apa,” sebelum aku berkata kepada Yuriga, “Yah, jika kau berkata tentang siapa yang lebih keren, tentu saja Fuuga yang menang. Aku juga ingin bisa bertarung seperti dirinya, dan aku mengagumi kekuatannya.”

“Yah, tentu saja,” kata Yuriga dengan ekspresi sombong.

Senang rasanya melihat anak kecil begitu membanggakan keluarganya seperti ini. Meskipun itu artinya dia agak merendahkanku.

“Tapu aku bukan Fuuga, dan aku tidak bisa menjadi seperti dirinya. Itu juga berlaku bagi semua orang. Tidak peduli seberapa banyak mereka mengagumi dan mengikutinya, tidak ada yang bisa menjadi Fuuga selain Fuuga sendiri. Jika mereka bersikeras mencoba menjadi seperti Fuuga, mereka akan mati cepat.”

Mungkin menurut Yuriga itu ada benarnya. “Itu…” Dia tidak bisa memberikan tanggapan.

Itu karena Fuuga bertingkah seolah-olah dia hidup terlalu cepat.

Dia pergi ke Wilayah Raja Iblis sendirian; dia menyerbu ke kawanan musuh sendirian… Fuuga masih hidup karena siapa dirinya, dan siapapun yang mencoba menirunya akan mati.

“Meskipun mencoba sekuat tenaga, aku hanya bisa menjadi diriku sendiri,” aku memberitahu Yuriga. “Itulah sebabnya aku akan mempertahankan negara dan keluargaku dengan caraku sendiri. Itu berarti aku harus meminjam kekuatan orang lain pada bidang kelemahanku. Hal itu entah bagaimana bisa membuat negaraku melalui segala hal yang terjadi sejauh ini. Aku tidak peduli jika itu memalukan; jika aku bisa melindungi apa yang penting bagiku, kurasa itu sudah cukup.”

Yuriga menatapku dengan tertegun. “Kamu itu… seorang raja yang aneh, huh.”

“Aku sendiri juga menyadarinya.”

“Hmm… Baiklah, sekarang aku malah semakin ingin ikut ke kamp utama.”

“Kenapa?! Sudah kubilang aku tidak akan bertarung, kan?!”

“Maksudku, kau sangat berbeda dengan kakakku, jadi sekarang aku penasaran kenapa orang-orang mau mengikutimu. Ayolah, itu tidak masalah, kan? Aku akan mendapat izin dari kakakku.”

Saat dia melihatku dengan mata memelas, aku menurunkan bahuku. Kurasa aku tidak punya pilihan lain. Setelah baru saja memberi Ichiha izin, aku tidak bisa memberitahu Yuriga kalau dia satu-satunya yang tidak diizinkan ikut.

Jika aku menolaknya, dia mungkin akan curiga kalau aku pilih kasih terhadap Ichiha.

“Jika kau benar-benar mendapat izin dari Fuuga…”

“Yes! Baiklah, kalau begitu aku akan meminta izin darinya!” Tak lama setelah dia mengatakan itu dia langsung melesat keluar ruangan.

Sikapnya untuk langsung bertindak setelah dia mengatakan sesuatu itu agak mirip dengan Roroa.

Dan mereka berdua juga sama-sama adik perempuan.

Lalu, karena Adipati Chima dan Fuuga sama-sama memberikan izin, kami pada akhirnya membawa tiga orang anak kecil ke kamp utama bersama kami.

Untungnya, Tomoe (mystic wolf), Ichiha (manusia), dan Yuriga (sejenis beastman mirip tengu gagak) mengingatkanku pada anjing, monyet, dan petani.

Apakah kami hendak pergi memburu oni? Siapa Momotaro-nya?

Kami memang memiliki Oni Merah disisi kami, sih.

← PREV | Table of ContentsNEXT →

Leave a comment